Site icon Bandar Piala Dunia 2022

Piala Dunia dan Dunia Sepak Bola Indonesia

JawaPos.com-Setelah terhenti sekitar dua bulan, Liga 1 2022–2023 akhirnya running lagi mulai 5 Desember 2022. Bersamaan dengan digelarnya Piala Dunia 2022 di Qatar.
Bagi pencinta sepak bola, berlangsungnya dua ajang itu membuat pilihan untuk menikmati hiburan dari lapangan hijau semakin variatif. Dari sore hingga dini hari.
Akan tetapi, semua pasti bisa membandingkan bagaimana cita rasa menyaksikan laga-laga Piala Dunia 2022 dengan Liga 1. Njeglek sekali. Mungkin seperti setelah menginap di hotel bintang lima, lalu pindah menginap di hotel melati hehehe.
Ini bukan ngenyek atau merendahkan persepakbolaan sendiri. Sama sekali bukan. Tapi, kita bicara fakta yang tak terbantahkan.
Di Piala Dunia, kita disajikan aksi-aksi pemain yang bikin mata tetap melek meski pertandingan berlangsung hingga subuh. Gol-gol indah membuat kita berdecak kagum.
Kualitas stadion hingga ketangguhan stamina pemain bikin kita nggumun. Kok bisa ya pemain-pemain itu tampil konstan sejak peluit kickoff dibunyikan hingga peluit akhir pertandingan.
Hal sebaliknya kita temui saat menyaksikan ”liga busuk yang kita cintai”.
Pascahiatus selama 64 hari, kita langsung disuguhi aksi pemain saling meludahi, pemain dengan sengaja memukul lawan, hingga (seperti biasa) wasit pertandingan salah fatal dalam membuat keputusan.
Namun, meski kondisinya masih seperti itu, kita (Indonesia) juga punya mimpi untuk suatu saat berlaga di Piala Dunia yang penuh gemerlap itu. Entah kapan takdir itu akan menjadi kenyataan.
Indonesia sebetulnya ”pernah” tampil di Piala Dunia. Yakni pada 1938 di Prancis. Tapi dengan nama Hindia Belanda. Indonesia dikalahkan Hungaria dengan skor telak 0-6. Saat itu Piala Dunia masih menganut sistem knockout. Tim yang kalah langsung out.
Kira-kira berapa (puluh) tahun lagi Indonesia bisa tampil di Piala Dunia? Mungkin secuil gambaran ini bisa jadi estimasi. Saat ini timnas Indonesia sedang menjalani pemusatan latihan di Bali untuk menghadapi Piala AFF 2022 yang akan dimulai pada 20 Desember.
Pada turnamen sepak bola bergengsi di ASEAN itu, Indonesia belum sekali pun bisa menjadi juara. Hanya sanggup menjadi runner-up 6 kali. Rekor juara terbanyak digenggam Thailand (6 kali). Negara sekecil Singapura pernah juara 4 kali.
Nah, di sela pemusatan latihan, pelatih Shin Tae-yong (STY) mengeluhkan kondisi fisik para pemain yang jauh dari ekspektasinya. Eks pelatih timnas Korea Selatan itu bahkan menyatakan rasa penasarannya dengan pola latihan pemain di klub.
Padahal, kepada STY, para pemain timnas menyatakan sudah berlatih dengan intensitas tinggi di klub.
Sebelumnya, STY juga mengeluhkan soal pemain timnas yang masih sering salah passing. Padahal, itu dasar sekali. Pelajaran SSB. STY yang juga menangani timnas U-20 juga mengeluhkan mental pemain yang sudah ”kalah” sebelum bertanding. Ciut nyali duluan jika menghadapi lawan-lawan yang di atas kertas akan sulit ditaklukkan.
Itu baru mengulik sedikit soal timnas. Belum menyentuh kompetisi, pembinaan usia muda, infrastruktur, perwasitan, hingga kepelatihan.
Rasa-rasanya tidak akan cukup waktu 7 hari 7 malam untuk menguliti dan mencari solusi bagaimana agar persepakbolaan Indonesia bisa maju.
Yang pasti, di antara (sekali lagi di antara) cara agar sepak bola Indonesia bisa berprestasi adalah sudah seharusnya diurus oleh sosok-sosok yang benar-benar kompeten dan memang punya niat untuk membawa sepak bola Indonesia ke arah yang lebih baik.
Bukan mereka-mereka yang sekadar mencari batu loncatan untuk meraih ambisi lainnya. Macam-macam. Contohnya untuk mendongkrak popularitas agar bisa ikut pemilihan gubernur. (*)

Exit mobile version